Televisi mempunyai peran besar terhadap kehidupan masyarakat. Dengan keberadaan televisi, masyarakat dapat memperoleh berbagai informasi, baik itu berita, ilmu pengetahuan, hiburan, maupun informasi lainnya. Melalui acara televisi dapat diketahui keadaan di tempat lain tanpa harus datang ke tempat tersebut, karena televisi mempunyai kemampuan audiovisual. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia (pada khususnya) mempunyai pesawat televisi. Bahkan, televisi telah dijadikan sebagai sarana hiburan pokok bagi masyarakat Indonesia.
Tidak hanya orang dewasa, remaja dan anak-anak pun gemar menonton televisi. Bahkan, banyak dari mereka yang menjadikannya suatu hobi. Sebenarnya tayangan apa saja yang disiarkan oleh televisi? Bisa dikatakan tayangan sehat dan tidak sehat. Apa maksudnya? Tayangan sehat berarti tayangan-tayangan yang bersifat edukatif, membangun dan membuat orang yang menontonnya menjadi terhibur secara positif. Seperti : tv edukasi, berita-berita, tayangan mengenai sejarah-sejarah, jejak petualangan, dsb. Selain mendapatkan informasi baru, kita pun bisa mengaplikasikannya di rumah, sekolah dan lingkungan masyarakat. Sedangkan tayangan tidak sehat televisi lebih cenderung ke arah destruktif (merusak) dan mengarahkan kita ke hal-hal yang negatif. Faktanya adalah tayangan-tayangan tak sehat telah merajai stasiun-stasiun televisi nasional kita. Tahukah kamu? Tayangan sehat pun bisa saja berubah menjadi tayangan tak sehat oleh karena kesalahan pengaturan waktu/jam tayangnya. Berdasarkan kenyataan yang ada di masyarakat, ternyata televisi berpengaruh besar dalam kehidupan terbukti dengan penayangan televisi selama 24 jam setiap harinya. Apalagi hari Minggu yang dipenuhi oleh kartun-kartun favorit, masyarakat yang utamanya adalah anak-anak benar-benar terpengaruh oleh acara-acara tersebut.
Lalu apa masalahnya? Dimulai dari jadwal penayangan. Sekarang, kartun-kartun tidak hanya ditayangkan pada hari Minggu melainkan setiap hari bertepatan dengan jam anak untuk belajar di rumah. Of course hal ini membuat anak-anak betah nangkring di depan televisi berjam-jam seakan tak mau ketinggalan dengan episode berikutnya. Di saat-saat seharusnya mereka mengerjakan PR atau belajar untuk menghadapi pelajaran keesokan harinya, mereka malah membuang-buang waktunya hanya untuk menonton tayangan fiksi tersebut. Dalam hal ini jelas sudah televisi telah menjajah waktu kita. It just motivates us to be lazy. Tidak hanya malas belajar, tetapi juga malas bekerja, malas membantu orang tua, bahkan malas untuk bersosialisasi di luar rumah.
Guys, tidak hanya itu penjajahan televisi terhadap anak-anak. Parahnya lagi, tayangan-tayangan dewasa lebih banyak ketimbang tayangan anak-anak. Sinetron, chart musik, talk show, reality show, dsb. Tidak dipungkiri bahwa anak-anak sekarang lebih hafal lagu orang dewasa daripada lagu anak-anak. Syahrini tahu, tapi Chikita Meidy tidak tahu. Itulah realita anak-anak Indonesia masa kini. Sinetron-sinetron yang ditayangkan juga memberikan banyak pengaruh (bisa dibilang negatif) kepada anak-anak. Dimulai dari gaya berpakaian, cara bergaul, dan gaya hidupnya. Jika terus-terusan anak-anak itu diberikan tayangan seperti di atas maka sedikit demi sedikit anak tersebut akan meniru hal-hal yang seharusnya tidak mereka lakukan. Seperti, gonta-ganti handphone, berpakaian seragam dengan rok mini dan press body, dll. Anyway, masih ingatkah kalian dengan Kasus Tayangan Smack Down ? Kasus itu bermunculan pada tahun 2006, ketika tayangan Smack Down tengah membooming di televisi Indonesia. Akibat human interest yang sangat besar dari anak-anak yang menontonnya, alhasil mereka pun mempraktekan adegan-adegan kekerasan tersebut dengan teman sekolahnya. Satu per satu korban luka-luka bahkan meninggal dunia diberitakan di televisi. Sungguh memperihatinkan.. Terlebih lagi, jaman sekarang dalam hal apapun, kegiatan apapun, dan adegan apapun yang ada di televisi selalu saja terselip kata-kata dan gerak-gerik yang sedikit vulgar. Well, tentu saja itu tidak baik untuk di tonton anak-anak dan masyarakat lainnya. Kita masih anak-anak, rasa ingin tahu kita masih besar dan mental kita pun belum siap menerima hal-hal yang baru seperti itu. Bermula dari coba-coba dan akhirnya menjadi kebiasaan yang tentunya merusak moral dan mental kita.
Now, what should we do? Just standing still and do nothing? Of course not, right!? Kita harus memproteksi diri kita sendiri dan anak-anak lainnya dari tayangan televisi yang tidak sehat tersebut. How? Tentu saja pertama-tama dimulai dari diri kita sendiri. Kita harus bisa menahan diri dan mampu untuk membedakan mana tayangan yang pantas untuk ditonton begitu pula sebaliknya. Jangan pernah berpikir untuk ikut-ikutan trend, karena belum tentu trend itu baik untuk kita. Kita juga harus berani tegas kepada adik, kakak, serta teman untuk melarang mereka menonton tayangan-tayangan tidak sehat tersebut. Bagaimana dengan peran orang tua? Kita sangat memerlukan perhatian dan perlindungan dari orang tua. Perlu adanya kebijakan yang dibuat oleh orang tua kepada anaknya namun tidak bersifat mengikat. Paling tidak orang tua membatasi jam menonton pada anak-anak mereka, dan membagi waktu mereka kapan waktu untuk belajar, bermain dan menonton televisi. Orang tua juga perlu mengawasi anak-anak dalam menonton televisi, bila perlu orang tua juga turut mendampingi anak-anak mereka untuk menonton televisi. But, jangan sampai deh orang tua memberikan contoh yang tidak baik pada anak mereka. Jadi, para orang tua perlu membenahi diri mereka terlebih dahulu sebelum memberikan contoh kepada anak-anak. Dan.. satu hal yang paling efektif untuk mencegah anak terjajah oleh tayangan tak sehat di televisi adalah hindari penempatan televisi di kamar tidur mereka. Disamping agar tidak kecanduan menonton, hal ini juga bisa menambah suasana kebersamaan antar keluarga. Stasiun televisi dan rumah produksi juga harus memiliki tanggung jawab moral yang besar terhadap pengaruh tayangannya terhadap penontonnya. Berpikir bisnis memang sangat penting namun tidaklah sepantasnya mengabaikan moral dan etika. Pemerintah dalam hal ini KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) harus berpedoman pada PP No. 11 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik, serta mempertajam taringnya sehingga mampu menjadi lembaga yang berwibawa dan disegani pihak stasiun televisi. Selain itu diperlukan juga tindakan tegas untuk menyeleksi dan menyensor tayangan yang akan disiarkan. Penonton membutuhkan tayangan televisi yang berkualitas dan tentu kita tidak rela anak-anak kita dijajah dan dicuci otaknya oleh tayangan yang tidak sehat tersebut.
So, guys... Jangan mau kita dan anak-anak lainnya dijajah oleh tayangan-tayangan tidak sehat di televisi. Tidak ada yang melarang kita menonton televisi. Tapi kita harus sadar waktu dan batasan. Selama kita bisa membagi waktu dan menahan diri maka kita akan dengan sangat mudah bisa memproteksi penjajahan yang dilakukan oleh tayangan tak sehat di televisi. Keep Moving ! And be a positive
NI PUTU RISA EGRYANI (SMA N 1 TABANAN)




